Di Tv banyak sekali iklan-iklan yang ditayangkan, mulai iklan untuk produk orang dewasa hingga untuk balita, tapi banyak iklan yang tidak beretika, apalagi iklan tersebut melibatkan seorang anak kecil.
kurang lebih percakapan iklan tersebut seperti ini.
Sekilas, jika kita lihat iklan yang ditampilkan dikemas lucu, ingin mengesankan bahwa setiap anak yang minum produk susu tertentu bisa menjadi anak yang smart. Anak kecil yang kira-kira berusia 3-4 tahun sanggup menjawab pertanyaan yang seharusnya diajukan kepada orang dewasa, apalagi ini bidang sains (biologi). Bahkan, saking pintarnya, dia menamai ayahnya sendiri dengan sebutan papasaurus.
Tanpa bermaksud mengesampingkan sisi kreativitas dan segi komersialitas, seharusnya iklan di Indonesia lebih bisa bernapaskan pendidikan. Terutama iklan-iklan yang ditujukan untuk anak-anak, terlebih pula jika pemerannya juga terdapat anak-anak. Bagaimana jadinya jika anak-anak Indonesia kemudian meniru adegan ini, melihat ayahnya makan sayuran atau daging lalu bisa memanggil seenaknya dengan sebutan Si Kambing atau Si Singa.
Akan muncul pola hidup anak yang kurang beretika kepada orangtua, terutama ayahnya, dan secara umum tidak menghormati orang yang lebih tua. Seyogianya, industri iklan di Indonesia berbenah diri. Berikan iklan yang berkualitas bagi pemirsa dengan lebih memberikan substansi yang bermuatan moral dan dapat dipertanggungjawabkan.
Selain sebagai media tempat menawarkan produk, iklan sebaiknya juga bisa mencerdaskan para pemirsanya. Jangan hanya mengeruk keuntungan semata
kurang lebih percakapan iklan tersebut seperti ini.
- Dik, dino apa yang makan sayuran? Brontosaurus.
- Yang makan daging? Tyrex.
- Kalau yang makan semua? Papasaurus.
Sekilas, jika kita lihat iklan yang ditampilkan dikemas lucu, ingin mengesankan bahwa setiap anak yang minum produk susu tertentu bisa menjadi anak yang smart. Anak kecil yang kira-kira berusia 3-4 tahun sanggup menjawab pertanyaan yang seharusnya diajukan kepada orang dewasa, apalagi ini bidang sains (biologi). Bahkan, saking pintarnya, dia menamai ayahnya sendiri dengan sebutan papasaurus.
Tanpa bermaksud mengesampingkan sisi kreativitas dan segi komersialitas, seharusnya iklan di Indonesia lebih bisa bernapaskan pendidikan. Terutama iklan-iklan yang ditujukan untuk anak-anak, terlebih pula jika pemerannya juga terdapat anak-anak. Bagaimana jadinya jika anak-anak Indonesia kemudian meniru adegan ini, melihat ayahnya makan sayuran atau daging lalu bisa memanggil seenaknya dengan sebutan Si Kambing atau Si Singa.
Akan muncul pola hidup anak yang kurang beretika kepada orangtua, terutama ayahnya, dan secara umum tidak menghormati orang yang lebih tua. Seyogianya, industri iklan di Indonesia berbenah diri. Berikan iklan yang berkualitas bagi pemirsa dengan lebih memberikan substansi yang bermuatan moral dan dapat dipertanggungjawabkan.
Selain sebagai media tempat menawarkan produk, iklan sebaiknya juga bisa mencerdaskan para pemirsanya. Jangan hanya mengeruk keuntungan semata
0 comments:
Post a Comment